http://adf.ly/BmW9G

Sabtu, 14 November 2009

ANALISIS SIKAP TERHADAP PRILAKU SEX

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Data yang dikumpulkan dr. Boyke Dian Nugraha, DSOG, ahli kebidanan dan penyakit kandungan pada RS Dharmais, menunjukkan 16- 20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seks pranikah. Dalam catatannya jumlah kasus itu cenderung naik; awal tahun 1980-an angka itu berkisar 5 - 10%. Sementara itu Dra. Yulia S. Singgih Gunarsa, psikolog dan konselor di sebuah sekolah swasta di Jakarta, juga melihat fenomena banyaknya pasangan remaja yang berhubungan dengan calo jasa pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan penggunaan obat-obat pencegah kehamilan. (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799376-remaja-dan-hubungan-seksual-pranikah/, 2008) Kasus 1 Cerita Budi (17) berawal ketika tahun baru tempo hari di sebuah villa di puncak. Bersama bersama teman-teman cowoknya, mereka membawa pasangan. Acara yang berlangsung selama tiga hari itu diisi dengan pesta kecil-kecilan. Bahkan, disambil dengan acara putar filem biru segala. “yah, biar bisa belajar dikit-dikit sama pacar,” ujar budi enteng sehabis nonton filem itu, masing-masing pasangan lantas mencari tempat sendiri-sendiri. Ada yang dimobil,halaman mojok diteras, bahkan ada yang langsung masuk kamar. Budi sama pacarnya pun juga begitu dan yang tadinya cuma ngbrol berlanjut kepegang-pegangan. Terus “bereksperimen” kecil-kecilan abis itu petting sama cewek gua”. Lanjut Budi. “ekperimen” kerap jadi awal masalah bagi Mimi (18), misalalnya. Kebetulan cewek ini nggak tinggal bersama ortu. Kedua ortu tinggal disolo dia sendiri tinggal di jakarta, dirumah sendiri pula. “eksperimen”pertama yang dilakukan Mimi sama pacarnya cuma kissing”,.”paling pegang-pegangan, terus ya petting lah”. Ujar Mimi. Merasa apa yang dilakukan aman, ia bareng cowok pun sering mengulangi. Kadang sembari nonton filem. (“Awal Kissing, berikutnya....”, majalah HAI, XXVI ((9), 4-10 Maret 2002: 6-7, dalam Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007) Kasus 2 Dodo bahkan gak sekedar petting sama pacarnya, “kalau pacarnya nggak mau, kadang gue sama teman,” kata cowok 20 tahun ini. Sama ceweknya Dodo melakukan di berbagai tempat. Kalau nggak di apartemen, di rumah atau dimobil. Apalagi kalau sudah terbawa di suasana sepi. Gue bawaanya borny melulu, lanjut ia juga mengaku ia pertama kali petting sejak SMP. “Abis enak sih, jadinya pingin lagi, pingin lagi. Kadang libido gue nggak bisa dikontrol,” terus Dildo. Kalau pun tiba-tiba libido berontak saat lagi menyetir di jalan tol, Dodo pun nggak malu melampiaskan. (“Awal Kissing, berikutnya....”, majalah HAI, XXVI ((9), 4-10 Maret 2002: 6-7, dalam Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007) Kasus 3 Nyasir anggota geng cewek enam belas tahun ini kebetulan sudah ngrasain hubungan seksual. Cuma Killa yang belum. Ceritanya terjadi saat ia kelas II SMP. Sewaktu kumpul di rumah teman yang kosong, teman-teman Killa memanas-masasi. “Biasanya gue bisa tahan”, ujarnya. Masalahnya, malam itu entah kenapa Killa seolah tidak bisa menahan gempuran teman temanya. Di sisi lain, cowok juga tidak kuat menahan. Bahkan, ikut-ikutan ngojok-ngojokin. Cowoknya yang kakak kelas itu kemudian mengajaknya kekamar. Dihinggapi perasaan tidak enak dengan teman-emanya dan penasaran, Killa pun oke saja menerima tawaan sang pacar. Sementara, teman-temannya pada nggu diluar. “Cowok gue itu first love gue” katanya. Selesai melakukan hubungan pertama kalinya, Killa bukanya malu. Ia mlah mendapat selamat dari teman-temanya cowok gue kayaknya udah piawai deh. Teman-theman gue meluk gue dan ngasih selamat. Sementara cowok gue cengar-cengir,” kisahnya Sebetulnya killa merasa malu. Tapi di depan teman-temannya, rasa itu ia sembunyikan. Ia juga merasa takut hamil. Setelah itu ia menangis hebat di hadapan sanag pacar. (“Awal Kissing, berikutnya....”, majalah HAI, XXVI ((9):(8-9), dalam Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007). Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam arti psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dari remaja. Sementara itu, perubahan-perubahan muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik itu. Diantara perubahan-perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembanagan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh seperti badan menjadi semakin panjang dan tinggi. Selanjutnya, mulai berfungsuinya alat-alat reproduksi dengan di tandai haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh. Pengungkapan kasus diatas adalah beberapa contoh bahwa perilaku seks sudah masuk dalam pergaulan remaja. Masalah seks pada remaja seringkali mencemaskan para orang tua, juga pendidik, pejabat pemerintah, para ahli, dan sebagainya. Kasus 4 Sepasang remaja, Lela Sehala (13) dan Indra Gunawan (17) yang telah dimabuk asmara mengahiri hidup mereka dengan merambahkan diri dan berpelukan diatas rel saat kreta rel listrik melaju cepat dari Jakarta menujuj ke Bogor, kamis malam hingga kedua tewas seketika. “Selamat tinggal mah, jangan menangis yah, tulis Indra pada sepucuk surat yang ditinggalkanya dalam saku kemeja untuk ibunya. Ia juga menulis, perbuatan nekadnya itu terpaksa dilakukan semata-mata untuk menutupi aib orang tuanya karena ia bersama pacarnya telah berbuat yang mestinya belum waktunya mereka lakukan. (“Awal Kissing, berikutnya....”, majalah HAI, XXVI ((9)4-10 Maret 2002: 6-7, dalam Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007) Kasus Indra dan Lela diatas merupakan contoh betapa masalah seks bisa meminta korban jiwa. Jika Indra dan Lela berada dalam masyrakat di mana anak-anak dinikahkan sejak usia dini, mereka dapat saja menikah sehingga bunuh diri tidak terjadi. Akan tetapi, pernikahan di usia dini pun pada akhirnya menimbulkan masalahan juga yang tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun tinggkah laku seks pada remaja tidak menguntungkan apapun tampaknya. (Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007:142) Tabel 1.1 Pengetahuan, kelakuan dan perasaan remaja tentang mansturbasi. (responden siswa SMA kelas 1-2 umur 16-18 tahun, Laki-laki 72 orang, Perempuan 54 orang) L P 1. Pengetahuan tentang mansturbasi tahu caranya, 2. Melakukan : a. Tidak pernah b. Pernah c. Sering d. Lebih dari seminggu sekali 3. perasaan setelah mansturbasi a. Takut b. Berdosa c. Masa bodoh d. Anggap enteng 92% 4% 59% 12% 25% 15% 39% 35% 11% 56% 79% 15% 6% 0% 50% 34% 0% 16% (Arswendow, 1985 dalam Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007:144) Dari tabel diatas nampak jelas remaja laki-laki lebih banyak melakukan mansturbasi. Akan tetapi perasaan takut dan berdosa lebih rendah dari pada remaja putri. Walaupun demikian remaja pria yang merasa takut dan bersdosa masih tetap lebih dari separuh. Hal ini membuktikan adanya konsekuensi psikologis dari perilaku seks. kasus 5 “Bunga 18 tahun menagis ketika mengetahui bahwa Ia tidak menstruasi selama dua bulan dikarenakan hamil dari tes urin yang positif. Gadis itu bertambah bingung ketika ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pemuda yang telah menghamilinya yang sekarang tidak dapat dihubungi lagi”. (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799376-remaja-dan-hubungan-seksual-pranikah/, 2008) Dari beberapa kasus yang telah tersaji diatas, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya masalah seks dapat lebih banyak menimbulkan beban psikologis pada remaja dari pada akibat-akibat fisiknya. Banyak faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seks bukan hanya semata-mata karena peranan orang tua yang tidak perhatian terhadap perkembangan fisik maupun psikologis anaknya. Meningkatnya libido seksualitas, kurangnya informasi tentang seks, pergaulan yang semakin bebas adalah pemicu remaja melakukan hubungan seks. (Wirawan Sarwono, Sarlito, 2007: ). Seharunya remaja mempersiapkan dirinya menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek sosialnya. Dengan demikian dibutuhkan sikap yang sangat bijaksana dari para orang tua, pendidikan, dan masyrakat pada umumnya serta dari remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi ini dengan selamat. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. DEFINISI SIKAP Menurut Notoatmodjo (1993:97) sikap adalah “suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap setimulus atau objek”. Menurut Newcamb dalam Notoatmodjo (1997:97) “sikap adalah kesiapan atau kesediaan umtuk bertindak atau bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek”. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan dan kesedian atau respon seseorang terhadap suatu obyek di suatu lingkungan tertentu. Sedangakan Mar’at (1981:23) mengemukakan sikap memiliki tiga komponen yaitu: 1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan, ide dan sikap. 2. Komponen afektif yang berhubungan dengan kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suat obyek. 3. Komponen konasi yang merupakan kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan menurut Notoatmodjo (1998:93) sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu: a. Menerima (rexeving) Artinya bahwa orang (subyek) dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) b. Merespon (responding) Artinya memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah salah satu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan c. Menghargai (valving) Artinya mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggung jawab (Responsible) Artinya bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan resiko, merupakan sikap yang paling tinggi. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa B. DEFINISI PERILAKU SEKS 1. Definisi perilaku Perilaku yang dikemukakan oleh Robert Kwick dalam Notoatmodjo (1993:61) yaitu: “tindakan atau perbuatan suatu organisasi yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari”. Sedangkan menurut Green dalam Notoatmodjo (1998:103) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku adalah: a. Faktor predisposisi, yakni faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, dan presepsi yang berhubungan dengan memotivasi individu untuk berperilaku. b. Faktor pendukung, yakni faktor yang mendukung timbulnya perlaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi kenyataan. Termasuk didalamnya adalah lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di masyarakat. c. Faktor pendorong, yakni faktor yang merupakan sumber pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain yang merupakan kelompok ferefensi, seperti keluarga, teman, guru atau petugas kesehatan. Dari kutipan diatas bahwa perilaku dapat diartikan sebagai bentuk tindakan atau perbuatan dari individu yang dapat diamati dan dipelajari. dan dapat dipengaruhi oleh factor predisposisi, factor pendukung atau motivasi untuk menjadikan sebuah pikiran menjadi kenyataan dan factor pendorang atau pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain. sedangkan Perilaku dibentuk dari suatu peroses dan berlangsung dalam interaksi manusia dalam lingkunganya. (Robert Kwick dalam Notoatmodjo, 1993:61) Selanjutnya Robert Kwick dalam Notoatmodjo (1993:61) menjelaskan bahwa Fktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yakni faktor internal yang mencakup pemgetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti manusia, ekonomi, budaya, iklim dan lain-lain. 2. Definisi seksualitas Seks dapat diartikan sebagai perbedaan mendasar yang berhubungan dengan reproduksi dalam satu jenis, yang membagi jenis ini menjadi dua bagian yaitu jantan dan betina, sesuai dengan seperma (jantan) dan sel telur/ovum (betina) yang reproduksi. Jadi seksualitas dalam upaya mempunyai arti yang luas, Universitas Padjajaran (1993:112). Menurut Nawawi (1998:445) mendefinisikan seks: “Krunia tuhan yang boleh dilakukan untuk peroceasi (seks yang dilakukan setelah menikah/dalam perkawinan)”. Menurut WHO, kesehatan seksualitas adalah: ”Interaksi aspek-aspek somatis, emosional intelektual dan sosial dari makhluk seksual, dalam cara-cara yang positif memperkaya dan memperkuat keperibadian, komunikasi dan cinta”. Dari pengertian seksualitas di atas dapat disimpulkan bahwa seksualitas adalah reaksi dan tingkah laku seksualitas didasari dan dikuasai oleh nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih tinggi, tidak seperti hewan yang bersetubuh semata-mata atas dorongan naluri birahi. Jadi pada manusia seksualitas di pandang sebagai pencetusan dari hubungan antar individu, di mana daya tarik rohaniah dan badaniyah menjadi dasar kehidupan bersama antar dua insan manusia. Dengan demikian dalam hubungan seksual tidak hanya kelamin yang memegang peranan melainkan juga fisik dan emosi. Adapun yang dimaksud dengan perlaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual bisa berupa orang lain maupun khayalan atau diri sendiri. Menurut Simkins dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2007:104) akibat pesiko-sosial dari perilaku seks adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyrakat sekitar. Menurut BKKBN (1997:15) perilaku seksual yang beresiko pada remaja antara lain: a. Hubungan seks pra-nikah Remaja harus tegas untuk mengatakan “TIDAK” pada semua ajakan hubungan seksualitas sebelum manikah. Hubungan seks yang baik, aman, sehat dan halal hanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah. Selain dilarang agama, hubungan seks pra-nikah banyak mengandung resiko antara lain: 1) kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini bisa membuat remaja harus menikah terpaksa padahal mingkin mereka belum siap. 2) Pengguguran kandungan (aborsi) jika ini dilakukan secara tidak aman oleh orang yang tidak profesional dapat terjadi pendarahan dan mengakibatkan kematian. 3) Terjangkit penyakit menular seks (PMS) khususnya yang berganti-ganti pasangan. b. Mansturbasi, petting, homoseksual dan biseksual 1) Mansturbasi adalah suatu kebiasaan buruk yang acap kali menimbulkan goncangan-goncangan pribadi dan emosional. 2) Petting adalah melakukan hubungan seksual dengan atau tanpa melakukan penetrasi penis dalam vagina. 3) Homoseksual adalah suatu kondisi tertentu dimana seseorang dapat tertarik dengan sesama jenisnya. Hubungan dan perasaan melebihan dari batas kewajaran dari laki-laki, dikenal dengan istilah gay, sedangkan jika wanita dengan wanita lainya dikatakan lesbian. 4) Biseksual adlah suatu kondisi tertentu dimana seseorang peria dan wanita tertarik dengan sesama jenisnya dan tertarik dengan lawan jenisnya. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode penelitian yang akan digunakan Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan rumusan masalah deskrtiptif yakni rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi atau memotret situasi social yang yang akan diteliti secara menyeluruh luas dan mendalam. (Sugiyono, 2008:209) Senanda dengan pendapat tersebut, M subana (2001:89) menjelaskan pengertian dari deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menutur dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, variable dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan apa adanya, bentuk yang diamati bisa berupa sikap dan pandangan yang menggejala saat sekarang. berdasarkan kutipan diatas maka penelitian ini bersifat deskeriptif kualitatif, penulis ingin mengtahui bagaimanakah siswa SMK N I Kota Metro dalam menyikapi perilaku seks pada remaja. B. Tempat dan waktu Tempat penelitian ini adalah SMK N I Kota Metro, dimana Sekolah Kejuruan Menengah ini merupakan salah satu SMK favorit yang ada di kota Metro. merupakan lokasi yang cukup tepat untuk dijadikan daerah penelitian. Adapun alasan yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian adalah: 1. SMK N I Kota Metro berada dalam lingkungan penataan kota pendidikan yang strategis dan mudah dijangkau. 2. SMK N I Kota Metro berkompeten untuk dijadikan obyek lokasi penelitian ini kerena mobilitas pergaulan siswa sangat bervareatif. 3. Lokasi SMK N I Kota Metro tidak terlalu jauh dari tempat peneliti, sehingga dapat meminimalisasi biaya. 4. C. Informan Menurut Sanafiah faisal (1990) dalam Sugiyono (2008:221) menyatakan bahwa informan atau sumber data hendaknya memenuhi keriteria sebagai berikut: 1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui peroses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan hanya sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya. 2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti. 3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi. 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasanya” sendiri. 5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber data untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan penelitian yakni sumber primer dan sumber sekunder. Sumber perimer adalah sumber data yang langsung memberikan kepada sumber data. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. (Sugiono, 2008:225) DAFTAR PUSTAKA Dariyono Agoes, 2004, Psikologi Perkembangan Remaja, Ghalia Indonesia: Bogor selatan. M. Subana, 2001, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, CV pustaka setia: Bandung. Soekanto Soerjono, 1996, Remaja dan Masalah-Masalahnya, PT. BPK Gunung Mulia: Jakarta. Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alvabeta: Bandung. Suharsimi Ari Kunto, 1998, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, Rineka Cipta: Jakarta. Sutikno Sobry, 2007, Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, NTP Pest: Mataram. Willis, Sofyan. S, 2005, Remaja dan Masalahnya, Alfabeta: Bandung. Wirawan Sarwono, 2007, Salitro, Pesikologi Remaja, PT. Raja Grafindo: Jakarta. Nazir, 2005, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia: bogor. Margono, 2007, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta: Jakarta. Sutrisno Hadi, 2000, Metodologi Research, PT. Andi Ofset: Yogjakarta.

Tidak ada komentar: